Puasa itu…, mmh….ibadah yang unik. Nggak ada yang semisal dengannya.
Puasa mengekang ‘kebutuhan esensial manusia’ (baca: makan, minum,
dan—maaf—seks) terkait nafsu humanis yang telah ‘ter-install’
dalam jiwanya sebagai manifestasi dari ‘Kebijakan Allâh dan
Kehendak-Nya’. Unik bukan? Allâh menciptakan kita dalam format ‘sangat
butuh’—bahkan bergantung—pada tiga hal tersebut, sementara perintah-Nya
dari sisi syar’i, justru mengharamkan kita darinya melalui titah puasa.
Karakteristik spesial ini, tidak ditemukan pada ibadah lain selain
puasa.
Coba saja renungi ragam ibadah yang ada, lalu bandingkan
dengan puasa. Shalat misalkan. Makan, minum, apalagi seks, jelas
terlarang di dalam shalat. Namun durasinya sangat pendek, tidak seperti
puasa. Seorang anak manusia yang paling rakus sekalipun, tidak akan
sanggup jika diharuskan untuk makan dan minum setiap 10 menit. Aneh jika
ia tidak mampu menahan nafsu makan dan minum selama 5 menit selama
shalat berlangsung. Bahkan saat jiwa insani begitu kebelet dengan
hidangan di meja makan, sunnah Nabi kita menegaskan agar shalat ditunda,
sekalipun berkonsekuensi pada hilangnya kesempatan untuk shalat
berjama’ah.
Kita ambil contoh lain, Ihram misalkan, yang
dilarang hanya hubungan suami-istri dan faktor-faktor pemicunya seperti
parfum, ungkapan-ungkapan cabul (rafats), dll. Namun tidak dari makan
dan minum. Pada ibadah i’tikâf Ramadhân, makan dan minum hanya dilarang
pada siang hari, itupun dalam status i’tikâf sebagai bagian dari ibadah
di bulan Ramadhân.
Dengan kekhususan puasa ini, maka sangat wajar jika Allâh juga mengkhususkannya dalam ganjaran dan balasan kebaikan.
Salaf Quote:
طُوْبَى لِمَنْ تَرَكَ شَهْوَةً حَاضِرَةً لِمَوْعِدِ غَيْبٍ لَمْ يَرَهُ
“Kebahagian mutlak, adalah janji bagi mereka yang meninggalkan syahwat
di hadapan mata, demi meraih janji yang belum pernah mereka lihat sama
sekali (bertemu Allâh di surga).” [Lathâ-iful Ma’ârif hal. 288, Ibnu
Rajab al-Hambali]
***
From http://kristaliman.wordpress.com/
Sumber: Fanpage Status Nasehat