Begitu urgennya mempraktekkan tajwïd dalam
bacaan al-Qur’ân, sampai-sampai al-Imâm Ibnul Jazari rahimahullâh
(wafat: 833-H) mengatakan dalam syairnya:
وَالأَخْذُ بِالتَّجْوِيدِ حَتْمٌ لازِمُ … مَنْ لَمْ يُجَوِّدِ الْقُرَآنَ آثِمُ
“Mempelajari dan mempraktekkan tajwïd adalah kewajiban … Siapa yang
tidak membaca al-Qur’ân dengan tajwïd (padahal dia punya kemampuan untuk
mempelajarinya) maka dia berdosa”
لأَنَّهُ بِهِ الإِلَهُ أَنْزَلاَ … وَهَكَذَا مِنْهُ إِلَيْنَا وَصَلاَ
“Karena Allâh menurunkan al-Qur’ân dengan tajwïd … Dengannya pula
al-Qur’ân itu bisa sampai kepada kita (dengan metode bacaannya yang
benar).”
وَهُوَ أَيْضًا حِلْيةُ التِّلاَوَةِ … وَزِيْنَةُ الأَدَاءِ وَالْقِرَاءَةِ
“Tajwïd juga merupakan permata tilawah … dan juga perhiasan dalam penunaian—huruf-huruf al-Qur’ân—dan bacaan[3].”
http://kristaliman.wordpress.com/2013/07/03/bulan-al-quran-tiba-jangan-sepelekan-tajwid/